Teringat saat mendapat bea siswa di Perancis, keuangannya saat itu pas-pasan. Tapi Ia harus menyekolahkan anak semata wayangnya, Sri Sulaksmi Damajanti Joesoef alias Yanti.
Terlintas dibenaknya, pasti mahal sekali sekolah di Perancis, terutama tingkat kanak-kanak. Pak Daoed pun memberanikan diri berangkat ke balaikota untuk mendaftarkan anaknya. Saat bertanya berapa biaya untuk sekolah anaknya, jawabannya gratis! Mulai dari anak duta besar hingga masyarakat biasa, pendidikan di Perancis tidak dikenakan biaya sepeser pun. Legalah Pak Daoed mendengarnya.
Beruntung, anak yang terlahir setelah lima tahun pernikahannya bisa mengenyam pendidikan dasar di Perancis tanpa biaya sepeser pun. Keinginan untuk terus menyekolahkan Yanti di Perancis ternyata sedikit berbeda dengan istrinya.
Ibu yang menolak bea siswa dari Rockefeller Foundation untuk melanjutkan studinya dimana saja, ternyata memilih merawat Yanti. Baginya Yanti titipan Tuhan, takut kualat apabila menelantarkannya. Mengajak Pak Daoed untuk meninggalkan Perancis dan pulang ke Indonesia.
Kekasih Daoed Joesoef ini khawatir Yanti menjadi noni dan lunturlah kebanggaannya menjadi anak Indonesia. Setelah delapan tahun tinggal di Perancis, Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia ini kembali memboyong keluarganya pulang ke Jakarta. Yanti pun bangga menjadi anak Indonesia. Walaupun saat pindah ke Jakarta, banyak nama sungai yang harus dia hafalkan, berbeda dengan Perancis, hanya lima sungai saja yang harus diingatnya.
Saat peserta kursus menanyakan keberadaan SD Kupu-kupu dan ternyata dikelola oleh Yanti. Kakek dua cucu ini menegaskan bahwa pendidikan dasar itu harus melalui sekolah umum. Saat ini di Indonesia hanya ada sekolah yang berbasis agama atau berbasis kurikulum internasional. Menurutnya tidak cocok hal itu diterapkan di pendidikan dasar. Karena anak harus dididik dan bangga dengan bahasanya sendiri.
“Tak mungkin lagu Indonesia Raya dinyanyikan dalam bahasa Inggris kan?” tanyanya pada kami. Untuk itulah ia mendorong Yanti, lulusan mikrobiologi IPB untuk menyelenggarakan SD Kupu-kupu. Saat itu, cucunya, Garin baru lulus dari taman kanak-kanak. Atas dorongan beberapa orangtua murid di TK Kepompong pulalah akhiranya SD Kupu-Kupu berdiri.
“ Ilmu pengetahuan membuat kita untuk mencari, maka tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina sekalipun, seperti yang diperintahkan Rasul pada umatnya,” ungkap direktur Center for Strategic and International Studies (CSIS) ini.